Senin, 10 Maret 2008

SBI PENGEJAWANTAHAN GLOBALISASI SEKOLAH

Alokasi dana pendidikan di indonesia yang tinggi pada akhir-akhir ini diharapkan bisa mendongkrak kualitas pendidikan dinegara kita yang konon jauh tertinggal dibanding dengan negara-negara seumuran indonesia. Entah apa yang menjadi standarisasi dari tingginya mutu pendidikan di indonesia?. Sehingga negara kita dikatakan terbelakang. Toh tidak sedikit profesor, doktor bahkan ilmuwan yang berkewarganegaraan indonesia.

Nilai selalu menjadi kambing hitam dalam penerapan standar pendidikan yang berkualitas tinggi. Kemudian timbul sebuah stigma bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang bisa menghasilkan lulusan yang banyak dengan standar nilai yang telah ditetapkan oleh dinas pendidikan. Dari stigma ini maka banyak sekolah-sekolah yang membangun fasilitas sekolah yang mewah. Bahkan ada juga sekolah yang membuat woro-woro dengan membuat Sekolah Berbasis Internasional (SBI) dengan dilengkapi fasilitas yang wah. Anehnya meskipun dana yang dialokasikan pemerintah untuk pendidikan begitu tinggi tetapi biaya yang harus ditanggung oleh siswa juga masih tinggi.

Untung ruginya SBI

Tidak dipungkiri dengan didirikannya SBI banyak siswa yang begitu menguasai materi yang diajarkan oleh guru mereka. Buktinya nilai yang mereka dapat dalam ujian akhir lebih tinggi dibanding sekolah yang tidak berlebel SBI. Tidak tanggung-tanggung sekolah ini merekrut tenaga pengajar dari luar negeri karena adanya anggapan pendidikan di indonesia masih rendah maka tentunya produk (guru) yang dihasilkan jugu tidak mumpuni. Selain itu perekrutan tenaga pengajar imporan ini menjadikan mudah para lulusan untuk melanjutkan sekolah diluar negeri karena pihak sekolah membangun jaringan dengan sekolah luar negeri. Imbas dari tenaga kerja import ini adalah bahasa yang digunakan dalam sekolah ini adalah bahasa inggris sebagai bahasa internasional. Ini adalah globalisasi pendidikan di indonesia.

Dipihak lain kalau kita telaah lebih jauh, tidak sedikit kerugian yang diciptakan. Kerugian Ini memang tidak begitu tampak. Memang betul siswa mengusai materi yang diberikan oleh para guru mereka tetapi mereka tidak bisa menggunakan apa yang didapat itu pada kehidupan sehari-hari. Kenapa? Karena tutor yang ditampilkan adalah dari luar negeri yang mempunyai adat kebiasaan yang berbeda dengan masyarakat indonesia. Selain itu, sepertinya kita juga perlu memandang lebih jauh berapa banyak pengangguran yang dipunyai oleh negara indonesia. Mereka bukan hanya para warga yang tidak terdidik tetapi banyak juga para sarjana yang mempunyai kapabilitas diatas rata-rata orang indonesia. Tetapi situasi berkata lain. Para pengangguran di indonesia ini harus berjuang keras bersaing dengan tenaga kerja imporan yang notabenenya mempunyai kapasitas yang lebih dibanding dengan tenaga kerja indonesia. Wal hasil warga indonesia hanya sebagai kuli di negerinya sendiri, karena kuli adalah lapangan pekerjaan yang masih lowong di seantero nusantara ini.

Belum lagi dengan adanya wajib berbahasa inggris di sekolah, ini menjadikan ideologi indonesia serasa di injak-injak. Bagaimana tidak? Mereka lebih mengedepankan bahasa orang lain dibanding dengan bahasa indonesia yang menjadi bahasa resmi serta bahasa persatuan tanah air ini. Artinya kedaulatan indonesia tidak terasa semakin lama mengalami abrasi dan akhirnya akan musnah kedaulatan ini jika tidak ditampilkan sebuah alternatif pemecahan masalahnya.

Kerugian lain yang ditimbulkan dari menjamurnya SBI di indonesia adalah memperlebar jurang pemisah antara si miskin dan si kaya. SBI adalah sekolah yang mahal karena berfasilitas serba wah. Mahal adalah konsumsi orang-orang kaya. Maka tidak salah jika ada anggapan bahwa sekolah yang berlabel SBI adalah sekolah orang kaya. Orang miskin tidak mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan disekolah dengan fasilitas yang memadai.

Dengan memperhitungkan untung ruginya pendirian SBI di indonesia, haruskah kita teruskan pembangunan SBI di indonesia? Setidaknya itulah pertanyaan besar yang menjadi PR kita sebagai bangsa yang beradab.

Tidak ada komentar: