Senin, 28 April 2008

ilmu

Ilmu merupakan fenomena menarik dalam kehidupan manusia, sebab ilmu lah yang secara prinsip dapat membedakan antara makluk tingkat rendah dengan makluk tingkat tinggi, yaitu manusia. Ilmu menjadi furqan, pembeda kualitas antar makhluk, bahkan kualitas antar manusia sendiri. Persoalan aktual dan faktual yang dihadapi adalah ilmu manusia terhenti pada pemahaman atas gejala konkret-empirik dan terbatas pada hasil pemahaman indera, naluri dan rasionalitas semata-mata. Definisi ilmiah yang terhenti pada kriteria persyaratan baku seperti: harus sistematik, terstruktur dengan runtut, diperlukan kejelasan metodelogi serta rasional, menunjukkan bahwa kebenaran hanya dianggap syah apabila ditemukan kriteria-kriteria tersebut. padahal kalau kita berpandangan bahwa ilmu adalah jalan penyingkapan menuju kebenaran, dan kebenaran tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, tergantung tingkat realitas yang hendak kita singkapkan, maka definisi tersebut di atas harus dikritisi dan pasti memerlukan revisi.

padahal harus kita akui bahwa kalau ilmu memang dimaksudkan sebagai pembuka realitas. maka yang namanya realitas tidak hanya yang berupa benda, fenomena, fakta, data konkret empirik. banyak hal dalam kehidupan manusia yang merupakan realitas non-empirik bahkan meta-empirik. sehingga diperlukan cara pendekatan atau metode yang berbeda, dan tidak cukup hanya mengandalkan indera, naluri dan rasionalitas manusia semata-mata. apalagi pada dasarnya manusia juga memiliki potensi alat yang kalau dimanfaatkan secara optimal dapat memahami dan menyingkapkan kebenaran seluruh realitas. sebab pada galibnya, ilmu dapat berkembang atas dasar optimalisasi potensi kemanusiaan. ilmu empirik yang merupakan upaya manusia menyingkapkan realitas fisik dan biologis sekalipun, dapat berkembang karena optimalisasi indera, naluri dan rasio. padahal manusia masih memiliki potensi hati nurani dan imajinasi-instuisi yang kalau diberdayakan akan menjadi kekuatan luar biasa dalam memahami kebenaran tingkat human, dan transenden.

ಮೆಸೆಮ್-mesem

ADAT KORUPSI di INDONESIA

Sejak SD saya diberitahu oleh guru saya bahwa Indonesia adalah negera agrocultur. Waktu itu saya masih kesulitan untuk mengartikan kata yang sangat asing bagiku tersebut. Dan saya kira anak-anak seusia saya juga kesulitan memahami arti kata tersebut. Belakangan saya memahami bahwa masyarakat agrocultur adalah masyarakat yang berkebudayaan pada pertanian. Tidak heran jika indonesia di juluki seperti itu karena sumber daya alam yang sangat melimpah. Hektaran sawah, ladang, tegalan dan hutan membentang dari sabang sampai merauke. Sumber daya alam yang melimpah membuat penjajah rela melakukan perjalanan ribuan kilo hanya untuk mengeksploitasi negeri kita ini.

Sejak tahun 1945 tepatnya 17 Agustus Indonesia mengakhiri masa penjajahan dengan pembacaan teks proklamasi oleh sang proklamator. Ini berarati sudah 62 tahun lebih indonesia merdeka. Tapi bagiku sangat aneh, dengan begitu banyaknya sumberdaya alam seperti itu di tahun yang ke enam puluh dua ini kita masih dililit hutang triliunan rupiah. Bagaimana bisa? Ini tidak masuk akal bagi setiap ekonom manapun. Lalu kemana sawah, tegal, dan hutan yang ada selama ini. Aneh juga bahwa rakyat indonesia yang dibawah garis kemiskinan masih membludak tak terhitung.

Orang bilang ini karena dana negara banyak yang mengkorupsinya. Entah itu pejabat pemerintah atau siapa yang dimaksud saya tidak tahu. Masalahnya, di desa saya ada orang yang notabenenya tidak pejabat juga dituduh korupsi lantaran menggunakan uang pengajian ibu-ibu untuk kepentingan pribadinya. Orang itu dilaporkan kepolisi setempat dengan tuduhan korupsi. Tak lama kemudian polisi datang kerumahnya dengan membawa surat penangkapan. Wal hasil orang tersebut di penjara lantaran terbukti melakukan korupsi uang pengajian ibu-ibu di sana. Ini adalah cerita orang bawahan yang terjerat kasus korupsi yang akhirnya di hukum penjara.

Lalu bagaimana jika itu terjadi pada kaum atasan (pejabat pemerintah). Sejak tahun 1998, banyak kasus-kasus korupsi yang dipublikasikan dan menjadi makanan para penikmat media massa. Si anu menuduh di dia korupsi, begitu juga si dia menuduh di anu korupsi. Mereka saling tuding menganggap dirinya yang suci. Meskipun banyak kasus korupsi yang dipamerkan kemasyarakat tetapi tetap saja berakhir dengan penutupan kasus oleh para aparat. Sebagai rakyat kecil saya merasa bingung dengan situasi seperti ini. Jangan-jangan aparatnya juga terkena virus korupsi. Kalau benar-benar terjadi seperti itu maka tidak bisa saya bayangkan bagaimana indonesia akan terlepas dari jeratan korupsi. Padahal peringkat negara Indonesia dalam korupsi telah mencapai rangking tiga. Jangan-jangan pemerintah berniat mempertahankan peringkat tersebut.

Menanggapi situasi seperti itu rakyat kecil dengan dibantu oleh wakil dewan yang telah dipilihnya mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk tim pemberantas korupsi. Maka muncullah KPK (komite pemberantas korupsi) yang bertugas membasmi korupsi sampai akar-akarnya. Terakhir tim ini menemukan sinyal adanya dana BLBI yang dikorupsi. Saya masih bingung dengan kasus BLBI ini apa maksudnya? BLBI itu apa?. Dengan malu saya bertanya dengan bapak saya tentang kasus BLBI tersebut. Beliau menjelaskan kepada saya dengan gambaran yang mengerikan. Dimulai dari penjelasan setiap uang yang dikeluarkan oleh bank indonesia itu di jamin dengan emas seharga uang yang dikeluarkan tersebut. Emas tersebut di simpan oleh bank indonesia. Kemudian beliau memberi pertanyaan pada saya, bagaimana jika emas itu hilang? Bagaimana nilai mata uang negara kita?. Bagaimana dengan nasib perekonomian kita?. Saya hanya berdiam dan terkejut dengan kenyataan yang bapak saya lontarkan. Kemudian saya menjawab bahwa perekonomian kita akan terpuruk karena mata uang kita tidak ada artinya. Bapak hanya diam, seolah-olah membiarkan saya untuk berpikir lebih jauh dan menerima kenyataan tentang bangsa kita ini. Dari pergulatan hidup yang saya alami saya menyimpulkan bahwa jangan-jangan bangsa kita telah berubah julukan, dari agrocultur menjadi masyarakat korupcultur atau masyarakat yang berkebudayaan korupsi. Masalahnya sudah terbukti hampir semua masyarakat indonesia sangat dekat dengan korupsi kecuali mereka yang tidak mempunyai kesempatan untuk korupsi dan berhati bersih.

Minggu, 27 April 2008

TERIMAKASIH AYAHKU TERCINTA

Pagi itu cuaca sangat buruk, hujan yang turun sejak sore kemarin belum juga reda. Air selokan didepan rumah-rumah penduduk mulai meluap kejalan-jalan. Tak seorang pun keluar dari rumahnya. Apalagi guntur terdengar menyeramkan dengan kilatan-kilatan kamera alamnya. Biasanya dalam suasana seperti ini warga lebih memilih berdiam diri dirumah dari pada mengais rizki dengan pergi kesawah.

Warga disini kebanyakan adalah para petani, ada yang Cuma menjadi buruh ada juga yang menjadi tuan tanah. “ bu, bapak pergi dulu kesawah” pamit parman kepada istrinya. Parman adalah petani dengan sepetak tanah warisan dari orang tuanya. “hujan-hujan begini, pak?” kata istrinya yang terlihat mengkhawatirkan suaminya tersebut. “apa tidak sebaiknya hari ini tidak usah kesawah dulu pak?” tini menawarkan pilihan kepada suaminya tersebut. “bu, hujan turun dari kemarin sore. Kalau aku tidak kesawah, aku khawatir dengan padi kita yang sudah mulai menguning” jelas petani yang berperawakan tegap tersebut. “ lagian bagaimana, nasib si anton anak kita, jika kita sampai gagal panen musim ini, dia kan butuh biaya banyak untuk kuliahnya” imbuh parman. Tini pun tidak bisa mencegah suaminya pergi kesawah. Sebagai seorang istri dia hanya bisa menyarankan hal terbaik untuk suaminya.

Parman menembus tirai-tirai hujan dengan cangkul di pundak, sabit ditangan dan caping lebar anyaman bambu menempel di kepalanya. Gleerrrr..lagi-lagi guntur menggema di kampung tersebut. Di area yang lapang biasanya guntur lebih menjadi-jadi, apalagi di desa tersebut separuh lebih adalah area persawahan. Dengan langkah pasti parman berjalan ke sawah yang berjarak satu kilo dari rumahnya tersebut. Sesekali parman menerawang langit berharap hujan segera reda. Tapi harapan adalah harapan hujan terlihat tidak akan reda dengan cepat. Langit masih memangku jutaan liter air yang siap menyirami bumi.

betapa kagetnya parman ketika sampai ditanggul dekat sawahnya. ratusan hektar sawah yang dulunya terlihat menguning oleh padi seketika tidak terlihat lagi. Air hujan telah menyelimutinya, hanya terlihat beberapa pohon randu atau gempol yang menjadi batasan sawah dengan pemilik sertifikat yang berbeda. Parman hanya bisa berdiam diri melihat sawahnya tenggelam. Seketika dia duduk termenung dan terus memandangi ratusan hektar sawah yang lebih mirip dengan danau tersebut. Tubuhnya seakan membeku merenungi kekuasaan Sang Maha Kuasa. Dalam kesendiriannya tersebut parman menyadari betapa kecil dirinya, tanpa disadari air matanya mengalir dan menyatu dengan air hujan. “Tuhanku, maafkan lah aku dengan segala kelalaiannku selama ini, Engkaulah yang Maha Kuasa dengan segala kehendak-Mu” bisik petani tersebut dengan bibirnya yang mulai membiru.” Robbanaa dholamnaa anfusanaa, wa in lam tagfirlanaa wa tarhamnaa lana kuunanna minal khosirin” berkali-kali parman melafadzkan doa tersebut dengan merendahkan dirinya dalam palung kehinaan. Kilat dan guntur seakan menyambut pintu pertaubatan parman, glerr…sebuah kilat persis didepan parman. Dia terlempar tiga meter dari tempatnya semula, parman lemas tak berdaya dan akhirnya ruh telah keluar dari jasadnya. Parman telah meninggal.

Langit menyimpan air, hujan mulai reda, guntur dan kilat sudah tidak terlihat. Di jalanan parman tergeletak dengan muka dan badan bersih sehabis dimandikan oleh air hujan. Selang beberapa waktu seorang petani yang lain datang dan melihat jenazah parman. “tolong…tolong…tolong” teriak petani tersebut ke segala arah. Beberapa orang datang dan segera mengangkat tubuh parman menuju rumah yang berduka. “ bu..bu Tini, suaminya bu…” salah satu warga teriak-teriak di depan pintu rumah Tini. Tini sedang berada di dapur menyiapkan makan siang sang suami. Mendengar teriakan tersebut Tini spontan keluar ke teras dengan perasaan cemas. Melihat suaminya di bopong oleh beberapa warga tubuh Tini lemas. Segenap warga berdatangan kerumah tersebut. Cepat-cepat tubuh parman diletakkan di atas dipan. Seorang tetangga dengan telepon genggam segera menghubungi Anton anak semata wayang Parman dan Tini, yang sedang kuliah dikampusnya.” Ton cepat pulang sekarang, ada kabar tidak enak tentang ayahmu” kata oranng tersebut. “ ada apa kang?” tanya anton resah. “ sudahlah, pokoknya kamu pulang saja dulu kerumah” jawab orang tersebut yang langsung mematikan handphone nya.

Tak berapa lama anton telah datang, dia bingung dengan banyaknya orang yang berkumpul dirumahnya. Dengan langkah pelan pemuda itu menuju pintu rumahnya. Terlihat olehnya sebuah dipan dan membujur jasad bapaknya tersebut. Spontan Anton mengeluarkan air mata “bapak….” Katanya pelan sambil mendekati dipan. “sudahlah nak…ini sudah takdir ilahi…bahwa semua orang pasti mati” redam ustad Fadil kepada anton. “maafkan anakmu ini pak…” ucap anton pelan. “bapakmu pasti memaafkan kamu ton…” kata ustad tadi. Anton hanya bisa menangis mengingat jasa bapaknya terhadapnya dan sikap anton yang selama ini kurang menghargai pengorbanan bapaknya tersebut. “terimakasih atas semuanya pak…” bisiknya disamping jasad ayahnya yang tersenyum tersebut.