Rabu, 12 Maret 2008

Ekstrakulikuler Media Pengembang Kreativitas

Ada dua kategori pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah dalam membekali peserta didiknya untuk mengembangkan potensi mereka. Pertama adalah pembelajaran formal, kategori pertama ini lebih terfokus kepada pembekalan siswa yang titik akhirnya adalah bisa mengerjakan Ujian Nasional. Pelajaran-pelajarannya pun telah ditentukan oleh pusat. Maka tidak jarang sekolahan yang memforsir otak siswa hanya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi musuh terberat para peserta didik, yaitu Ujian Nasional. Mengapa ujian nasional menjadi musuh karena sekali saja siswa tidak bisa melewati labirin ujian ini maka kesempatan siswa untuk melanjutkan kearah jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan tertutup. Setidaknya mereka harus menunggu setahun lagi untuk bertarung kembali atau mengikuti ujian paket yang telah disiapkan oleh pemerintah sebagai obat kecewa. Karena obat maka mesti ada efek samping yang ditimbulkan.

Kedua, yaitu pembelajaran nonformal, pembelajaran ini bertujuan untuk membekali siswa dalam penguasaan skill (ketrampilan siswa). Biasanya di sekolah-sekolah pembelajaran ini disebut sebagai kegiatan ekstrakulikuler. Dari namanya "ekstra" dapat diketahui bahwa mengikuti kegiatan ini dibebaskan. Artinya boleh mengikuti boleh tidak. Tapi tidak sedikit juga sekolah yang mewajibkan siswanya untuk mengikuti salah satu kegiatan ektrakulikuler yang telah ditentukan. Karena mereka (para guru) menganggap bahwa ini diperlukan siswa untuk mengarungi samudra kehidupan.

Pembelajaran yang kedua ini sebenarnya sudah diterapkan sebagai sekolah kejuruan. Mereka lebih mengacu kepada penguasaan skill para siswanya. Ada yang fokus dalam mesin seperti STM, ada yang fokus pada ekonomi, dan lain-lain. Tetapi dengan dijadikannya sebagai sekolah, maka siswa juga tidak dapat mengelak dari perang menghadapi ujian nasional. Mau tidak mau siswa dipaksa kembali untuk mengalahkan atau setidak-tidaknya bisa menerobos segerombolan awan putih (materi-materi ujian nasional) yang mengancam masa depan mereka. Ini berarti skill yang ditanamkan oleh sekolah ini, bisa mengalami kekerdilan dalam menumbuhkembangkan ketrampilan peserta didik karena adanya labirin tebal yang menghalangi bibit ini tumbuh dengan bebas, yaitu Ujian Nasional.

Kembali ke konsep awal kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan ini diperuntukkan untuk mengembangkan potensi siswa yang tidak dapat dikembangkan dalam kegiatan belajar formal. Karena potensi siswa itu berbeda-beda maka penentuan kegiatan ekstrakulikuler tentunya juga harus relevan dengan potensi siswa tersebut. Ini berarti sekolah tidak bisa menentukan kegiatan ekstrakulikuler bagi peserta didiknya. Mereka (sekolah) harus memberi kelonggaran para peserta didiknya untuk menentukan kegiatan ekstra mereka bukan memilih kegiatan ekstra yang telah ditentukan oleh pihak sekolah, yang penting adalah laporan siswa tentang kegiatan mereka. Dengan begitu siswa benar-benar diberi kepercayaan penuh untuk mengarungi samudra kehidupan mereka. Sekolah tinggal menyediakan fasilitas yang dibutuhkan siswa untuk berekspresi dalam menggali kreativitas mereka. Kalaupun sekolah tidak bisa menyediakan fasilitas bagi mereka maka siswa akan mencari sendiri fasilitas tersebut karena didasari rasa senang terhadap apa yang mereka lakukan. Kembali lagi yang penting adalah laporan mereka tentang kegiatan yang mereka lakukan.

Dus dengan demikian dapat disimpulkan, perlukah kita mengikuti semua kegiatan ekstrakulikuler atau tidak? Jawabannya ada pada masing-masing individu. Seberapa besar mereka ingin mengembangkan kreativitas mereka. Seberapa besar mereka ingin menggali potensi yang mereka punyai. Dan seberapa butuh mereka dengan kegiatan tersebut.

2 komentar:

CAKWIE mengatakan...

kalo gitu buat apa ada ujian segala ya?

CAKWIE mengatakan...

SOPO IKI